June 9, 2010

28 May 2010

Tanggal 27 Mei 2010 aku terbangun pukul 6 pagi. Setelah mencuci muka, aku mendapati flek pada pakaian dalamku. Setelah memastikan bahwa flek tersebut adalah ciri-ciri menjelang persalinan, aku segera bersiap diri menuju rumah sakit. Saat berangkat, belum ada rasa mulas terasa. Tidak lupa, aku menghubungi hubby untuk mengabarkan bahwa aku akan segera kerumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, aku segera diantar menuju ruang bersalin di Lantai 2. Disana, segera dilakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan kontraksi. Suster menyatakan bahwa aku baru berada di pembukaan 1-2. Belum ada rasa mulas, sehingga sambil menunggu dokter datang, aku menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan, mulai dari ruang bersalin, ke ruang tunggu dan sesekali menuju ruang bayi untuk melihat bayi-bayi lucu yang sedang tertidur manis.

Saat Dr. Anna muncul sekitar jam 10 pagi, kontraksi dan rasa mulas mulai terasa. Pembukaan masih belum berubah, masih dipembukaan 2, namun kontraksi dan rasa mulas mulai teratur setiap 5 menit sekali. Dokter menyarankan untuk menggunakan balon sehingga mempercepat bukaan mulut rahim. Rasa mulas semakin terasa setelah pemasangan balon tersebut. Untungnya, selain mama yang menemani, ibu mertua dan adik iparku pun datang menemani seharian. Ibu mengatakan hubby sedang dalam perjalanan. Hiks, kasihan juga hubby ku tersayang. Seharusnya, jadwal keberangkatan hubby jam 5 sore karena memang dia berencana menghabiskan liburan akhir pekan di Bandung. Namun karena aku mendadak ke rumah sakit, dia meng-cancel penerbangan sorenya, dan mendadak berangkat dengan penerbangan siang menuju Jakarta. Diperkirakan, kurang lebih jam 5 sore dia sudah tiba di Bandung.
Semakin siang, rasa mulas dan kontraksi semakin terasa. Namun hingga jam 3 sore, pembukaan baru maju ke pembukaan 4. Rasa sakit sedikit terobati begitu hubby datang pukul 4.30 sore. Walaupun tampak lelah, dia begitu semangat menemaniku di ruang bersalin. Bersama mama, mereka bergantian menjagaku, memberiku kekuatan, menyuapi makan dan minum. Sesekali mama dan ibu mertua bergantian masuk menemaniku. Berharap balon segera lepas dan proses melahirkan segera tiba, aku mencoba bersabar dan menahan rasa sakit yang terus terasa. Balon akhirnya terlepas kurang lebih jam 8 malam, dengan kondisi pembukaan 6. Rasa sakit mulai semakin terasa dan detak jantung Bebe mulai meninggi. Sesuai saran bidan/suster, aku mencoba me-rileks-kan diri dengan bernapas teratur. Namun, rasaa sakit sepertinya membuatku kadang tanpa sadar sedikit mengejan dan menahan nafas, membuat kondisi detak jantung Bebe meninggi (maapkan bunda ya Be?? T_T).
Suster memberikan induksi via infus, mengingat pembukaan rahimku tidak berubah di beberapa jam kemudian. Obat pelunak mulut rahim juga diberikan, membuat rasa sakit semakin tidak tertahankan. Sambil menggenggam tangan hubby dan mama bergantian, aku berusaha menahan sakit sebisaku. Sesekali aku mengucap Istigfar, mohon dikuatkan dalam proses persalinan ini. Hubby dan mama yang sudah tampak lelah, menemaniku sambil sesekali membantu memijit di daerah pinggang. Namun rasa sakit tidak mereda, dan pembukaan tidak berubah. Tengah malam, entah kenapa sekujur tubuh terasa kesemutan, mulai dari wajah, hingga tangan dan kakiku. Selain kesemutan, aku mulai merasa demam dan gerah di ruang bersalin. Wajah-wajah lelah hubby, mama, dan kedua mertuaku, ternyata tidak dapat membantuku menahan rasa sakit ini. Puncaknya, pukul 4 pagi, tiba-tiba ketubanku pecah dan menurut suster, cairannya sudah berwarna kehijauan. Hal ini menandakan bahwa bayiku mulai stres didalam sana. Ini pun dapat dilihat dari detak jantungnya yang meninggi setiap dilakukan pemeriksaan.
Akhirnya, setelah diinformasikan ke dokter, dokter menyarankan dilakukan SC. Hal ini disebabkan karena sejak semalam, tidak ada perubahan bukaan mulut rahim. Selain bukaan yang terhenti di bukaan 6, detak jantung Bebe yang meninggi dan ketuban yang kehijauan serta kondisiku yang melemah, membuat dokter menyarankan bahwa proses persalinan dilakukan secara operasi. Saat itu, entah kenapa tiba-tiba dadaku sesak, dan aku tak bisa menahan airmata. Walaupun mama dan hubby yang menemaniku diruang bersalin tampak tegar, mereka juga sepertinya merasakan ketakutan dan kesedihanku. Mamaku segera menelpon kerabat kami, memohon doa untuk kelancaran operasiku. Begitu pula hubby, sesekali ia menyemangatiku, mengatakan bahwa aku sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun, hasil akhir memang diluar kuasa kami. Yang terpenting aku dan bayiku sehat dan selamat. Namun, rasa sedih dan rasa takut itu tetap terasa. Sedih, karena aku merasa sudah berusaha untuk melakukan persalinan normal, dan semua tampak memungkinkan, tapi akhirnya aku seperti merasa gagal. Selain itu ada rasa takut untuk menghadapi operasi yang tentu saja, akan meninggalkan luka yang lebih besar dibandingkan persalinan normal. Namun, demi keselamatan Bebe, akhirnya aku dan hubby bersedia untuk melakukan SC.
Proses SC dilakukan jam 7.30 pagi tanggal 28 Mei 2010. Dengan kondisi mulas, perawat membawaku ke ruang operasi. Disana, Dokter Anestesi sudah bersiap. Sebelum menyuntikkan anestesi, beliau menasihatiku untuk berdoa untuk keselamatan aku dan bayiku. Setelah itu, beliau menyuntikkan anestesi ke daerah tulang punggung. Seketika, rasa mulas menghilang, berganti dengan rasa hangat yang menjalar dari pinggang ke bawah. Aku segera dibaringkan, lalu di bagian dadaku segera ditutupi tirai kain, untuk menghalangi pandanganku. Dokter dan perawat segera bersiap dan memulai operasi. Tidak terasa sakit memang, namun ditengah operasi aku mulai merasa menggigil kedinginan, dan merasa sedikit mengantuk. Rasa mengantuk muncul mendadak, sehingga setelah aku mendengar alat sedot dibunyikan dan terdengar tangisan bayi, rasa kantuk itu begitu menguasaiku. Aku bahkan mulai setengah sadar, saat dokter menyodorkan wajah bayi mungil kehadapanku. Aku hanya ingat bertanya 1 hal, “Bayinya perempuan dok?” Hehehe, setelah itu aku seperti kehilangan kesadaran.
Aku terbangun saat perawat sudah membersihkan darah didaerah sekitar luka operasi. Setelah itu, aku segera dibawa keruang pemulihan. Hingga disana, rasa kantuk dan dingin menggigil masih terasa. Aku begitu terharu begitu melihat hubby dan mama datang. Dengan sisa kesadaran yang masih ada, aku mencoba berbicara, namun tidak banyak hal yang kuingat. Setelah itu, entah berapa lama aku tertidur.
Pertemuan keduaku dengan Bebe akhirnya terjadi setelah aku berada diruang perawatan. Perawat dari ruang bayi membawakan bayi cantikku, dan membawanya kehadapanku. Walaupun aku masih belum bisa bangun dari tempat tidur, aku beruntung bisa menyusuinya, walau air susu yang kuberikan masih berupa cairan bening kolostrum dan dalam jumlah yang sedikit. Seperti hasil diskusiku dan hubby beberapa waktu yang lalu, kami sepakat menamai bayi cantik kami Alya Sophia Khairunnisa. Alya Sophia sebetulnya diambil dari nama Alia Sofia yang artinya Perempuan yang terhormat dan suci. Dan Khairunnisa berarti sebaik-baiknya perempuan. Jadi mungkin arti namanya adalah “Sebaik-baiknya perempuan yang terhormat dan suci”.
P0934_30-05-10 image_0002
Selamat datang ke dunia ini bayi kecilku. Semoga ayah dan bunda bisa merawat, mengasuh dan mendidikmu menjadi puteri yang sholehah dan bisa menjadi puteri kebanggan keluarga. Amiiiin…..

No comments: